Wellcome to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXCOM :Wellcome to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXCOM :Wellcome to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXCOM :Wellcome to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXCOM :Wellcome to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXCOM :Wellcome to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXCOM :Wellcome to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXCOM

Senin, 11 Agustus 2008

Waktu Kinerja Produktif PNS


Membicarakan tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS) seakan tak ada habisnya. Mulai dari bagaimana melakukan rasionalisasi mengingat jumlahnya yang sudah terlampau banyak, meningkatkan gaji untuk mencegah praktik korupsi maupun meningkatkan produktivitas yang selama ini boleh dikata masih rendah, sampai dengan penghapusan pensiun.

Sekarang ini, jumlah PNS sudah mencapai 3,7 juta orang. Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (Menneg PAN) Taufik Effendi 55 persen dari total pegawai negeri sipil berkinerja buruk. Para pekerja ini hanya mengambil gajinya tanpa berkontribusi berarti terhadap pekerjaannya.

Beberapa tahun lalu Feisal Tamin, ketika itu juga menjabat Menneg PAN, mengatakan, hanya 60% PNS yang bekerja efektif dan selebihnya bisa dikatakan kurang produktif. Tak pelak, PNS divonis sebagai organ birokrasi yang paling tidak produktif, lamban, korup, dan inefisien. Citra pelayanan publik digambarkan dengan prosedur yang memakan waktu lama dan berbiaya mahal.

Menambah jam kerja adalah alternatif yang pernah diwacanakan untuk menggenjot produktivitas para abdi negara ini. Memang bila dibandingkan dengan jam kerja di negara lain, jam kerja pegawai negeri di Indonesia termasuk masih rendah. Di Malaysia, pegawai bekerja 45 jam per minggu, Singapura 42 jam per minggu. Di Thailand dan Korea, pegawai negeri bekerja 40 jam per minggu. Tak heran bila hasil kajian Kementerian PAN dan Universitas Indonesia beberapa waktu lalu menyebutkan, produktivitas pegawai negeri di Indonesia rendah.

Sebenarnya, masa kerja lima hari dan jam kerja 37,5 jam, ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995. Namun, program lima hari kerja itu tak berhasil meningkatkan efisiensi pelayanan kepada publik dan mengangkat kinerja aparatur negara. Banyak aparatur pemerintah yang menggunakan program tersebut bertentangan dengan tujuannya.

Di daerah-daerah tertentu, pada Sabtu dan Minggu, semula dapat dilakukan kegiatan peninjauan daerah. Namun, setelah reformasi dan otonomi daerah, hari libur justru digunakan untuk berpelesir atau memancing.

08.00-12.00

Hasil penelitian juga menyebutkan, waktu kerja produktif pada instansi pemerintah antara pukul 8.00-12.00. Kemudian, terjadi penurunan produktivitas kerja. Fakta di lapangan menunjukkan, pegawai di daerah saat istirahat, salat, dan makan, pulang ke rumah dan sebagian besar tidak kembali lagi ke kantor.

Waktu tersisa sekitar 1 hingga 2 jam dapat digunakan untuk melayani publik. Perilaku sejumlah besar pegawai yang mangkir kerja setelah jam istirahat, misalnya, menjadi ukuran terhadap kinerja aparat sekaligus mengurangi produktivitas kerja.

Di samping itu, sikap kurang disiplin waktu, etos kerja yang rendah, tanggung jawab terhadap pekerjaan, hingga gaji yang relatif rendah memengaruhi produktivitas kerja pegawai negeri secara perorangan dan secara kolektif. Pada masa sekarang, ketika ekonomi belum begitu normal, peningkatan kinerja pegawai sangat dibutuhkan. Jam kerja yang hanya sekira 37,5 jam per minggu, tampak belum mencukupi untuk melaksanakan fungsi pelayanan publik.

China yang kini semakin maju kehidupan ekonominya, antara lain karena dukungan jam kerja aparat birokrasi yang panjang, bahkan tak terbatas oleh jam kerja setiap minggu. Vietnam menerapkan 50 jam kerja per minggu. Menambah jam kerja pegawai negeri agar dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada publik dan menghadapi persaingan global, bukanlah sesuatu yang luar biasa.

PNS di Indonesia hanya 1,7 persen dari total jumlah masyarakat Indonesia. Rendahnya kinerja PNS juga berkaitan dengan tingkat pendidikan formal mereka. Tujuh puluh dua persen dari seluruh PNS lulusan SMA. Dari sekitar 4 juta PNS, 53% di antaranya masih perlu dibina terus agar dapat mencapai tingkat produktivitas dan profesionalisme yang diharapkan.

Pada sisi lain, menambah jumlah PNS juga tidak begitu realistis. Tidak hanya karena buruknya distinct job manual (dan berbagai ramifikasinya) yang diimplementasi oleh masing-masing instansi pemerintahan, melainkan karena secara lebih mendasar terbatasnya kemampuan keuangan negara. Dengan demikian, peningkatan kualitas kerja bisa jadi merupakan resep tunggal untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang mendambakan perbaikan standar kualitas pelayanan publik.

Perampingan, Profesionalisme, Produktivitas

Banyak negara juga mengalami problem rendahnya produktivitas PNS. Ini menjadi alasan bagi dilakukannya reformasi terhadap pola pembinaan sumber daya PNS mereka. Penelitian Personnel Policy Study Group of the European Group of Public Administration (2002), sebagai misal, menemukan adanya problem efisiensi kerja di sepuluh negara Eropa yang oleh awam selama ini dianggap telah maju manajemen SDM-nya.

Paradigma baru yang perlu dikembangkan, seperti juga sudah dilakukan di banyak negara, adalah efisiensi birokrasi. Perampingan yang diarahkan pada peningkatan profesionalisme dan juga produktivitas. Bukan rahasia lagi sekarang ini banyak PNS yang setengah menganggur ataupun kurang memiliki kemampuan sesuai bidang tugasnya.

Paradigma baru juga mengarahkan pada fungsi kewirausahaan karena hakikatnya sebagai pelayan dan abdi masyarakat. Bukan waktunya lagi memolitisasi atau berpikir secara politis. Birokrasi harus sesegera mungkin melakukan reformasi kelembagaan dan revitalisasi semangat dan kesadaran PNS dalam memberikan pelayanan. Berbagai upaya untuk menciptakan organisasi publik yang lebih sesuai dengan tuntutan masyarakat telah dilakukan dengan bermacam-macam resep.

Rencana pemerintah menaikkan gaji PNS sebesar 15 persen sebagaimana pernah dilontarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan 16 Agustus lalu hampir menjadi kenyataan. Pasalnya, dapat dipastikan PNS akan menerima tambahan gaji sejak Januari 2007 yang dibayarkan rapel pada bulan Februari 2007 mendatang. Dengan demikian maka, kenaikan gaji PNS ini akan menaikkan alokasi belanja pegawai tahun 2006. dimana, kenaikan belanja pegawai untuk pemerintah pusat mencapai 27,4 persen atau Rp 77,9 triliun dan sebesar Rp 145,6 triliun untuk pemerintah daerah yang dialokasikan melalui dana alokasi umum (DAU).

Terkait dengan kenaikan gaji PNS, banyak pihak menyarankan hal itu didasarkan pada kinerja atau produktivitas guna menciptakan sistem kerja yang baik. Jika tidak, maka kenaikan gaji itu tetap tidak akan menciptakan iklim yang kondusif bagi produktivitas PNS karena rajin atau malas sama saja.

Pemerintah sebaiknya membuat proyek-proyek percontohan bagaimana sistem penggajian PNS yang didasarkan pada kinerja dan produktivitas berjalan. Setelah berhasil baru kemudian diterapkan secara nasional.

Sumber : situs sinar harapan

1 komentar:

urang_kutai mengatakan...

Memang kinerja PNS kita memprihatinkan

 
Wellcoe to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXOM : Wellcoe to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXOM :Wellcoe to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXOM :Wellcoe to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXOM :Wellcoe to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXOM :Wellcoe to DEDIXCOM : Wellcome to DEDIXOM